Loading Now

Ketakutan Eropa Terhadap Kemenangan Trump: Sebuah Bencana Politik

Kecemasan Eropa menjelang pemilihan presiden AS meluas, di mana dampak hasilnya akan mencakup keamanan, ekonomi, dan demokrasi. Kemenangan Trump akan memperburuk risiko dan memicu ketegangan, sementara Harris dapat menjadi harapan bagi stabilitas politik dan ekonomi di Eropa.

Begitu saya pulang dari Washington DC, terasa sekali kecemasan yang melanda mengenai pemilihan presiden yang akan datang, bukan hanya di sana tetapi juga di Eropa. Pemilihan umum di AS memiliki dampak global yang sangat besar, dan Eropa adalah kawasan yang paling berisiko terimbas, terutama dalam hal keamanan, ekonomi, dan demokrasi. Meski banyak wacana tentang potensi hasil pemilihan, respon konkret masih minim. Terdapat kecenderungan di antara para pembuat kebijakan Eropa untuk lebih berfokus pada konsekuensi dari kemungkinan kemenangan Trump ketimbang membayangkan bentuk pemerintahan Kamala Harris yang mungkin akan datang. Kekhawatiran terbesar Eropa, khususnya terkait ekonomi, adalah terkait kemungkinan terjadinya perang tarif dengan AS jika Trump terpilih lagi. Eropa perlu merancang strategi respons, termasuk tawaran negosiasi yang menarik dan langkah-langkah balasan jika perlu. Namun, ketidakpastian tetap ada, terutama ketika mempertimbangkan bagaimana mereka akan menghadapi tekanan dari Cina dalam konteks perang perdagangan yang berkepanjangan. Keamanan adalah duri bagi banyak pemimpin Eropa. Dalam kekhawatiran itu, terdapat ketakutan bahwa Trump mungkin akan meninggalkan Ukraina, memunculkan perjanjian antara AS dan Rusia yang bisa memperburuk situasi. Ini bisa membagi Eropa antara mereka yang akan menolak kesepakatan itu dan mereka yang akan menerima kondisi yang dicanangkan, berpotensi membuat Rusia semakin percaya diri untuk melanjutkan ambisinya. Dalam skenario terburuk, kemenangan Trump bisa mendorong Eropa untuk berintegrasi secara pertahanan dengan lebih serius, menjadikan otomatisasi strategis Eropa—seperti yang didorong oleh Macron—semakin relevan. Namun, jika Harris menang, Eropa bisa jadi terlalu bergantung dalam hal dukungan dari AS, membuat kolaborasi dalam pertahanan menjadi relatif lamban. Kekhawatiran ini juga membekas pada jaringan demokrasi, di mana pemilihan Trump bisa semakin memperkuat arus populisme nasionalis yang menanti untuk menjalar. Namun, jika Harris terpilih, ia mungkin bisa memberikan energi baru bagi partai liberal di Eropa, berpotensi menghentikan laju populisme yang saat ini jauh lebih mengkhawatirkan daripada sebelumnya. Dengan demikian, pemilihan presiden AS bukan hanya soal politik domestik, melainkan juga tentang nasib sistem demokrasi yang lebih luas di Eropa.

Menjelang pemilihan presiden AS, sejumlah pihak di Eropa bergetar akibat potensi dampak hasil pemilihan bagi kawasan mereka. Mengingat peran besar AS dalam hubungan internasional dan aliansi pertahanan, dampak bagi Eropa akan terasa pada banyak sudut, dari ekonomi hingga dinamika politik. Dengan Trump, ada kekhawatiran akan pengabaian terhadap komitmen global AS dan termotivasi untuk merangkul kebijakan yang lebih proteksionis. Sebaliknya, jika Harris mengambil alih, ada harapan akan kebangkitan nilai-nilai liberal yang dapat meredam arus populisme.

Kemenangan Trump dalam pemilihan presiden akan membahayakan keamanan Eropa, memicu perpecahan dalam kebijakan NATO dan memperparah populisme nasionalis. Sebaliknya, kemenangan Harris bisa menguatkan kembali fondasi demokrasi dan kerja sama internasional. Eropa berada pada persimpangan jalan, di mana hasil pemilihan di AS bisa mengubah arah politik dan ekonomi mereka dengan tajam.

Sumber Asli: www.theguardian.com

Theo Ndlovu is a distinguished journalist and editor whose career path has taken him from local newspapers to international news platforms. Originally from Johannesburg, he has spent more than 10 years covering a variety of stories, including politics, economics, and environmental issues. Theo's work is recognized for its depth and clarity, making complex topics accessible to all readers. He holds a degree in Journalism from the University of Cape Town, where his passion for investigative journalism was ignited.

Post Comment