Loading Now

Mengapa Eropa Tengah Harus Bersatu

Artikel ini menjelaskan pentingnya persatuan di Eropa Tengah dengan berpegang pada warisan sejarah Habsburg dan visi Otto von Habsburg. Menghadapi tantangan dari luar, seperti agresi Rusia dan imigrasi, negara-negara Eropa Tengah perlu bergabung dalam federasi yang berdasar pada nilai Kristiani untuk menciptakan keutuhan dan kestabilan.

Di Kakania, sebuah negara yang kini lenyap tetapi dulunya memiliki banyak keunggulan, terdapat jalan-jalan lebar berwarna putih yang melambangkan kemakmuran dan keteraturan, mengalir seperti sungai yang menata negeri ini. Sambil direnungkan dari luar, citra Kakania menyiratkan harapan akan persatuan Eropa, meski saat ini Eropa tengah terpuruk, dari Irlandia sampai Ural. Kesatuan yang dibayangkan oleh para pendiri Uni Eropa kini terperosok ke dalam kebangkitan sekularisme dan penindasan kebebasan berpendapat yang mencerminkan kekuasaan pemerintah di Eropa Barat. Sikap semakin permisif terhadap imigran yang tidak teratur dan penolakan terhadap klaim ‘kanan jauh’ paduan suara di seberang benua menjadi sinyal ketidakpuasan terhadap perubahan nilai yang berlaku.

Namun, inti dari visi pendiri Uni Eropa masih relevan, terutama dengan ancaman dari Rusia yang sedang menghampiri. Richard von Coudenhove-Kalergi menekankan pentingnya membangun “Union Charlemagne” untuk merangkul kembali negara-negara Eropa dalam suatu pemerintahan yang lebih bersatu, membebaskan Eropa dari kancah peperangan. Wacana itu, kini terinspirasi kembali oleh warisan Otto von Habsburg, semakin menyadarkan kita akan tanggung jawab untuk melestarikan identitas Eropa yang berakar pada nilai Kristiani.

Dengan pengaruh pemerintahan Viktor Orban di Hongaria, visi Otto untuk sebuah Eropa bersatu yang berlandaskan Kristen menjadi lebih mendesak, seiring dengan ancaman Islamisme, elitisme Barat, serta tekanan Rusia. Usaha untuk kembali pada dasar identitas Kristen yang menyatukan Eropa bisa menjadi sandaran untuk menyelamatkan masa depan benua ini dari perpecahan dan sentralisasi kekuasaan yang merugikan. Langkah pertama adalah membangun federasi di Eropa Tengah, menyatukan Austria, Hongaria, Ceko, Slowakia, Slovenia, dan Kroasia—bukan untuk membangun kembali kekaisaran, tetapi untuk melahirkan identitas baru yang saling menghargai.

Kemiripan sejarah dan warisan Habsburg harus diperbarui menjadi kekuatan yang dapat diandalkan oleh bangsa-bangsa. Dengan tokoh Habsburg sebagai pemersatu, federasi ini akan memiliki kapasitas untuk mengembangkan ekonomi dan kekuatan militer tanpa terbelenggu oleh birokrasi Brussel. Dalam konteks modern ini, tujuan Otto menjadi relevan lagi—menyempurnakan visi yang pernah terputus oleh sejarah dan mengatasi ketegangan berpuluh-puluh tahun.

Artikel ini menggambarkan kerinduan akan persatuan di Eropa Tengah yang menampilkan pengaruh sejarah Habsburg, visi Coudenhove-Kalergi, serta tantangan yang dihadapi Eropa saat ini. Diskusi ini berfokus pada penerapan ide-ide tersebut dalam konteks politik modern, dengan tantangan yang terus mengancam identitas Kristen Eropa dari faktor eksternal dan internal. Melalui pendekatan rekonsiliasi antara negara-negara kawasan, artikel ini memperjelas pentingnya mencoba kembali ke prinsip dasar yang lahir dari tradisi Kristiani dan monarki Habsburg.

Kesimpulannya, pemersatuan Eropa Tengah yang diimpikan harus kembali dipertimbangkan. Dengan mengamalkan nilai-nilai Kristiani dan memanfaatkan kekuatan sejarah, negara-negara ini bisa bergerak menuju kerjasama yang lebih solid dan saling menghormati, mengatasi ketegangan masa lalu demi masa depan yang lebih aman dan damai. Identitas bersama dapat mengurangi ketergantungan pada kekuatan luar, membawa kesejahteraan dan stabilitas bagi seluruh kawasan.

Sumber Asli: europeanconservative.com

Linh Tran is a dynamic reporter and cultural critic known for her compelling stories that highlight underrepresented voices. Born and raised in Seattle to Vietnamese parents, she has always been passionate about storytelling. With a background in sociology from Stanford University, Linh has spent 12 years in journalism, working for prominent publications. Her articles regularly explore social justice issues, and she is celebrated for her ability to connect with her audience on a personal level.

Post Comment