europe paris
AGNES PANNIER, AZERBAIDJANA, CANDIDATE ENDORSEMENTS, ELECTION RULES, EURO, EUROPE, EXAMINATION RESULTS, FRANCE, HOLOCAUST, LEYLA ABDULLAYEVA, MACRON, MINISTÈRE FRANÇAIS DES AFFAIRES ÉTRANGÈRES, NATIONS UNIES, NOUVELLE - CALÉDONIE, ORSAY, PAN, POLITICAL TENSIONS, QUAI D ' ORSAY, RUNACHER, SOCIAL UNREST
Theo Ndlovu
0 Comments
Prancis Sampaikan Ketidakpuasan ke Azerbaijan di COP29
Paris memanggil Duta Besar Azerbaijan setelah pernyataan yang dinilai tidak dapat diterima selama COP29, terkait tuduhan intervensi di New Caledonia. Menteri Prancis, Agnès Pannier-Runacher, membatalkan kehadirannya sebagai protes, menggambarkan situasi ini sebagai pemanfaatan isu iklim untuk agenda pribadi dan menyerukan penghentian perilaku bermusuhan dari Azerbaijan.
Di tengah hiruk-pikuk COP29 yang berlangsung, Paris menjadi saksi dari ketegangan diplomatik yang semakin mendalam. Dalam sebuah langkah tegas, Kementerian Luar Negeri Prancis memanggil Leyla Abdullayeva, Duta Besar Azerbaijan untuk Prancis, menyusul pernyataan kontroversial yang ditujukan kepada Prancis dan Eropa oleh pejabat Azerbaijan. Pernyataan ini dianggap “tidak dapat diterima” dan meninggalkan dampak yang signifikan, termasuk keputusan Menteri Transisi Ekologis Prancis, Agnès Pannier-Runacher, untuk membatalkan kedatangannya ke konferensi tersebut.
Situasi ini berakar dari akuisisi Azerbaijan atas peristiwa yang terjadi di Nouméa, New Caledonia, tempat kerusuhan sosial baru-baru ini mengemuka. Prancis menuduh Azerbaijan terlibat dalam mengintervensi situasi tersebut, tetapi klaim ini dibantah oleh Bakou. Saat menyampaikan pidato pada COP29, Presiden Ilham Aliev mengulangi tuduhan terhadap pemerintah Prancis, menegaskan bahwa negara itu bertanggung jawab atas kematian dan luka-luka yang dialami selama protes di New Caledonia, mendesak Eropa untuk mengambil tindakan atas presiden Prancis yang katanya hanya memicu lebih banyak ketegangan.
Pannier-Runacher mengungkapkan ketidakpuasannya atas instrumen yang digunakan Azerbaijan untuk mempolitisasi perubahan iklim untuk kepentingan pribadi, menyebutnya “indah” untuk sebuah pucuk pimpinan konferensi iklim. Dua belah pihak ini, yang sebelumnya sudah terbelit dalam siding-siding pro dan kontra, kini melangkah memasuki arena global dengan cucuran emosional dan kritik yang mewarnai pertemuan penting ini. Dalam keheningan ruang konferensi yang diisi para ahli dan juru bicara lainnya, suara Prancis menggaung, menuntut penghentian perilaku bermusuhan dari Azerbaijan, yang dinilai semakin merusak kolaborasi internasional dalam isu iklim.
Ketegangan antara Prancis dan Azerbaijan menyebabkan situasi diplomatik yang tegang, berpuncak pada COP29, tempat kedua belah pihak saling melontarkan kritik tajam. Peristiwa ini tidak hanya berkaitan dengan kebijakan iklim tetapi juga mencerminkan dinamika yang lebih kompleks antara dua negara yang sudah lama berseberangan, terutama terkait dengan dukungan Prancis kepada Armenia. Dalam lingkaran persaingan global, setiap kata yang diucapkan dibiarkan memiliki bobot yang berat dengan potensi untuk mengubah arah negosiasi atau kolaborasi yang dibutuhkan untuk menghadapi krisis iklim.
Konflik yang terjadi antara Prancis dan Azerbaijan dalam konteks COP29 menggambarkan bagaimana politik internasional dapat mempengaruhi diskusi mengenai isu-isu penting seperti perubahan iklim. Dengan pernyataan yang menyulut amarah dan batalnya kehadiran menteri Prancis, jelas bahwa hubungan bilateral ini akan terus diwarnai ketegangan. Kedua negara harus menemukan cara untuk meredakan gesekan ini demi mencapai solusi yang produktif dalam menghadapi tantangan krisis iklim global.
Sumber Asli: www.lefigaro.fr
Post Comment