Loading Now

Rima Hassan Dilarang Berbicara di Sciences Po Paris

Rima Hassan, eurodéputée dari La France Insoumise, dilarang memberikan konferensi oleh direktur Sciences Po, Luis Vassy, karena dianggap berisiko mengganggu ketertiban umum. Rima Hassan berencana menantang keputusan tersebut di pengadilan, menyuarakan kekhawatiran terhadap pengekangan suara-suara yang kritis terhadap situasi di Gaza. Kejadian ini memperlihatkan tantangan dalam membela kebebasan akademis dan ekspresi di Perancis.

Discursi penting kembali mencuat dari dunia akademis Paris, ketika Rima Hassan, eurodéputée dari La France Insoumise, terpaksa menghapus rencananya untuk memberikan konferensi pada hari Jumat, 22 November. Dalam sebuah pengumuman yang penuh kehampaan, direktur Sciences Po, Luis Vassy, mengekspresikan kekhawatirannya akan “risiko gangguan terhadap ketertiban umum”. Hal ini memicu reaksi dari Hassan yang segera menyatakan niatnya untuk menantang keputusan tersebut di pengadilan.

“Saya dilarang memberi konferensi karena dianggap bisa mengganggu ketertiban umum,” tulis Rima Hassan di platform X, menyoroti pengekangan suara-suara yang menentang apa yang dia sebut sebagai “genosida yang sedang berlangsung” di Gaza. Karier akademisnya telah dipenuhi dengan tantangan; sebelumnya, pada bulan April, ia juga dilarang memberikan konferensi di Universitas Lille, yang kesimpulannya berujung pada langkah hukum demi mendapatkan keadilan.

Kasus ini semakin panas ketika Universitas Paris-Dauphine pernah mencoba untuk membatalkan sebuah konferensi yang akan diadakan oleh Hassan, tetapi pengadilan mendapati larangan itu tidak sah. Rima Hassan, seorang pegiat dan jurist berusia 32 tahun yang kerap menjadi sumber kontroversi dengan pandangannya mengenai Israel, saat ini juga menghadapi laporan terkait “apologi terorisme” setelah menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa tindakan Hamas memiliki legitimasi. Meski terus menerus menghadapi tantangan, semangatnya untuk berbicara tentang ketidakadilan di Palestin tidak pernah surut.

Skandal ini menggambarkan konflik mendalam antara akademisi dan kebebasan berekspresi di Eropa, terkhusus dalam konteks perdebatan mengenai Gaza dan Israel. Rima Hassan adalah salah satu suara yang berani berhadapan dengan institusi yang berupaya mengekang pandangannya. Selain itu, kasus ini menyeret sejarah panjang dari beberapa upaya membatasi diskusi terkait isu-isu sensitif yang menyentuh kebijakan luar negeri serta hak asasi manusia, terutama di kalangan lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman untuk diskusi terbuka. Sebelum insiden ini, Hassan sudah beberapa kali mengalami pembatalan serupa, yang seolah menandai adanya polaritas yang tajam dalam pendapat masyarakat Prancis mengenai isu Palestina. Pengekangan ini bukan hanya berimbas pada carriernya, tetapi menambahkan lapisan kompleksitas pada diskusi mengenai kebebasan akademik dan tantangan yang dihadapi oleh aktivis yang berjuang untuk keadilan.

Dalam suasana menekan yang bising dan bergejolak, keputusan untuk melarang Rima Hassan berbicara pada konferensinya menciptakan gelombang protes terhadap pengekangan suara-suara kritis dalam debat kebijakan luar negeri. Dengan memperjuangkan haknya melalui jalur hukum, dia mencerminkan kelengahan dan tantangan yang dihadapi oleh aspirasi untuk menegakkan keadilan sosial. Situasi ini tidak hanya menyoroti kekuatan perdebatan akademik tetapi juga pentingnya melindungi kebebasan ekspresi di ruang publik yang semestinya menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut.

Sumber Asli: www.lefigaro.fr

Theo Ndlovu is a distinguished journalist and editor whose career path has taken him from local newspapers to international news platforms. Originally from Johannesburg, he has spent more than 10 years covering a variety of stories, including politics, economics, and environmental issues. Theo's work is recognized for its depth and clarity, making complex topics accessible to all readers. He holds a degree in Journalism from the University of Cape Town, where his passion for investigative journalism was ignited.

Post Comment