Loading Now

Bioskop Paris Batalkan Tayangan Last Tango in Paris di Tengah Protes Hak Perempuan

Cinémathèque Paris membatalkan tayangan “Last Tango in Paris” setelah protes kelompok hak perempuan yang menyoroti adegan pemerkosaan dalam film tersebut. Ini dipicu oleh ancaman keamanan terhadap staf dan audiens. Maria Schneider, yang mengalami trauma dari pembuatan film, menggambarkan bahwa adegan itu membuatnya merasa terlanggar. Pembatalan ini merefleksikan peningkatan kesadaran dan sensitivitas terhadap isu kekerasan terhadap perempuan di media.

Sebuah bioskop bergengsi di Paris, Cinémathèque, telah membatalkan tayangan film “Last Tango in Paris” setelah aksi protes dari kelompok hak perempuan yang mengecam adegan pemerkosaan dalam film tersebut yang direkam tanpa persetujuan pemeran utama, Maria Schneider. Direktur Cinémathèque, Frédéric Bonnaud, mengungkapkan bahwa mereka tidak ingin mengambil risiko terhadap keselamatan staf dan pengunjung, mengingat adanya ancaman kekerasan selama protes berlangsung.

“Kami adalah bioskop, bukan benteng. Kami tidak bisa mengambil risiko dengan keselamatan staf dan audiens kami,” kata Bonnaud. Film yang disutradarai oleh Bernardo Bertolucci ini seharusnya ditayangkan sebagai bagian dari acara retrospektif Marlon Brando. Schneider pernah menggambarkan pengalamannya saat syuting bahwa adegan tersebut terasa seperti pelanggaran karena ia tidak diberi tahu sebelumnya. Ini menjadi bagian dari narasi yang kembali disorot menjelang beberapa acara penting dalam gerakan MeToo di Prancis.

Sikap Bertolucci, yang pernah mengaku bahwa keputusan tidak memberi tahu Schneider adalah demi kepentingan artistik, pun menuai banyak kontroversi. Konteks tayang film ini sangat dalam, terutama saat proses hukum terkait kasus-kasus pelecehan seksual lainnya masih berlangsung di Prancis. Judith Godrèche, seorang aktris aktif dalam gerakan MeToo, menegaskan pentingnya memberikan konteks yang manusiawi terhadap penonton. Ini menjadi ajakan bagi dunia perfilman untuk lebih peka terhadap isu-isu saat ini.

Protes atas tayangan ini mencerminkan evolusi sikap masyarakat terhadap penggambaran perempuan dan kekerasan dalam media, mengingat film ini dapat memperdalam diskusi seputar hak-hak wanita dan kebebasan berekspresi. Situasi ini juga menjadikan publik prihatin dengan proses hukum terhadap pelaku pelecehan seksual saat ini, menciptakan simpati lebih mendalam terhadap para korban. Bioskop ini memilih untuk maju selangkah dengan membatalkan screening daripada mengambil risiko lebih lanjut, menunjukkan bahwa keamanan dan sensitivitas lebih utama dalam industri film.

Pembatalan tayangan “Last Tango in Paris” di Cinémathèque Paris mencerminkan dampak mendalam dari gerakan hak perempuan yang sedang menguat di Prancis. Film ini, dirilis pada tahun 1972, menampilkan adegan yang kontroversial dan telah mendapat kecaman karena dianggap menempatkan aktor muda dalam situasi yang tidak nyaman. Maria Schneider, saat itu baru berusia 19 tahun, mengklaim mengalami trauma akibat pengambilan gambar adegan tersebut, yang kini kembali menjadi sorotan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan isu-isu kekerasan terhadap perempuan dan perlakuan tidak manusiawi dalam industri film.

Pembatalan tayangan film “Last Tango in Paris” menggambarkan kepekaan dan keseriusan masyarakat terhadap masalah hak perempuan, serta pentingnya menghormati pengalaman individu dalam dunia perfilman. Saat ini, diskusi tentang kekerasan seksual, ungkapan seni, dan perlindungan terhadap korban menjadi lebih relevan dan mendesak. Dengan menciptakan ruang yang aman dan berpikir kritis tentang isi tayangan, industri film diharapkan dapat beradaptasi dan menyuarakan keadilan bagi semua orang.

Sumber Asli: www.theguardian.com

Amina El-Sayed has carved a niche in the world of journalism with her insightful analyses on cultural and political issues. Born in Cairo and raised in London, she brings a global perspective to her writings. A former editor at a prestigious international news agency, Amina specializes in bridging cultural divides through her powerful narrative skills. With a master's degree in International Relations, her expertise in cross-cultural communication enables her to resonate with a diverse audience.

Post Comment